BREAKING

Category 1

Category 2

Latest Posts

Kamis, 16 Oktober 2014

Maksud Penulisan



Dalam hal ini penulis sengaja membuat sejarah islam pertama lalu masalah sunan ampel karena sebelum kita menyebutkan Bireuen sebagai Kabupaten 1001 dayah, alangkah baiknya kita mengetahui sejarah islam dan perkembangan islam yang ada di bireuen.

Karena setelah itu semua kita ketahui, timbullah beberapa ulama yang berperan dalam penyiaran agama islam dalam bentuk pembelajaran di pondok - pondok pesantren

Zaman berkembang pesat, timbullah ribuan Pesantren atau dayah di Kabupaten Bireuen. Kita mendoakan supaya Semakin banyak dayah didirikan di kabupaten yang kita cintai ini.


Artikel ini Juga untukikut sertakan dalam Bireun Blog Writing Competition 2014 


http://menulisbireuen.blogspot.com/






Senin, 13 Oktober 2014

Siap Terbit, Buku Bireuen dalam Lintasan Sejarah

Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam, dikenal dengan sejarah Kerajaan Jeumpa, Awe Geutah, Kubu Dilapan, Tun Sri Lanang. Selain itu, ada banyak sejarah kerajaan lain dengan beragam peninggalan situs bisa ditemui di wilayah ini. Namun, semua informasi tentang sejarah tersebut tak banyak tersedia.

Keprihatinan tentang minimnya catatan rinci soal sejarah Bireun ini mendorong Rahmat Asri Sufa untuk menuliskannya dalam sebuah buku. Ketua Forum Mahasiswa Aceh Sumatera Utara (Forma) ini mengatakan, untuk mendapatkan informasi soal Bireun, masyarakat harus menyatukan sendiri potongan-potongan sejarah dari situs yang bertebaran.

"Padahal, yang berkebutuhan akses informasi ini tidak terbatas mahasiswa atau intelektual semata, bisa jadi ahli waris atau masyarakat umum yang membutuhkan informasi dan pengetahuan baru," terang Rahmat yang saat ini menempuh studi di tiga universitas berbeda di Sumatera Utara (Sumut).

Sebagai putra Bireun, Rahmat dibantu seorang rekannya, Sandyatullah, menyatakan telah merampungkan sebuah buku sejarah wilayah itu. Judul bukunya Bireun dalam Lintasan Sejarah. Dia mengaku menggarap buku itu dalam enam bulan.

Rahmat mengaku memasang target buku itu terbit pada Desember 2014. "Saya dedikasikan untuk sekolah maupun universitas yang memiliki perpustakaan," ujar dia. Rahmat mengaku ingin generasi muda tahu betul sejarah Bireun tak hanya berdasarkan sepotong informasi di tiap situs.

Wakil Bupati Bireun, Mukhtar Abda, mengaku bangga dan berterima kasih atas dedikasi dan karya putra Bireun berupa buku sejarah wilayah itu. "Tentunya tidak mudah untuk menulis sebuah buku bila tidak didasari niat untuk mempromosikan daerahnya, apalagi penulis buku ini terhitung berusia muda-muda," ujar dia.


Penulis Bersama Bapak Wakil Bupati Bireuen

Biografi Penulis Blog






Nama                   : Sandyatullah
Alamat                 : Gampong Bireuen Meunasah Dayah
Nomor Telepon    : 0822 - 7405 - 5599
Email                    : scromatic@gmail.com
Tanggal Kelahiran : 23 Juli
Agama                  : Islam
Pekerjaan              : Wiraswasta
Riwayat Pendidikan : 
  1. 1999 - 2000    : TK Nurul Hilal Bireuen
  2. 2000 - 2006    :  SD Negeri 1 Bireuen
  3. 2006 - 2009    : SMP Swasta Ummul Ayman Samalanga
  4. 2009 - 2011    : MAK Swasta Ummul Ayman Samalanga
  5. 2011 - 2012    : SMA Negeri 1 Bireuen
  6. 2012 - ......      : Mahasiswa
 Riwayat Organisasi :
  1. Ketua Seksi Debat SMA Negeri 1 Bireuen
  2. Sektetaris Umum Rencong Community Organizer Seluruh Aceh
  3. Kabid Humas Forum Silaturrahmi Remaja Muslim SMA 1 Bireuen
  4. Anggota Social Healt Community
  5. Komandan Brigade PII kabupaten Bireuen
  6. Ketua Umum Indonesia Entreprenuer Club Kabupaten Bireuen
  7. Anggota UKM Pencak Silat Al Muslim Bireuen


Pesantren Di Bireuen

Sangat wajar Bireuen di sebut sebagai Kabupaten 1001 dayah, terbukti sangat banyak Pondok Pesantren di sana.
Berikut data Pesantren yang ada di Kabupaten Bireuen


Nama Dayah Pimpinan Kecamatan Gampong






Darussa'adah Cot Puuk H.M. Yusuf Ali Gandapura Cot Puuk

Zawiyah Aceh Darul Ma'arif Syeh Ghazali Gandapura Samuti Makmur

Darussa'adah Cot Jabet Rasyidin A.Gani Gandapura Cot Jabet

Nurussalam zakaria Ibrahim Gandapura Samuti Aman

Darussa'adah Cabang Suka Damai Asnawi A. Ghani Makmur Merebo

Darussa'adah Ranting Lapehan Mesjid M Isa Husen Makmur Lapehan Mesjid

Darussyariah Syafii M Ali Makmur Blang kuthang

Syamsul Fata H M Yahya Kutablang Kerumbok

YPI Darussa'adah Cabang II Pt Baro Hasbi husen Spd.I,MA Psg sb Krueng Pante Baro Kumbang

Tgk.Shik Awe Getah Muhsin Hasan Psg sb Krueng Awe Getah

An-Nabawi Basri Abdullah Psg selatan Uten Gathom

YPI Darussa'adah Cot Bada (Salafi) Hj Latifah Hanum Peusangan Cot Bada Baroh

Budi Al-Muhtari Nazaruddin Ismail Peusangan Pante pisang

YPI Asjadi Darussa'adah A. Thaleb, S.Ag Peusangan Cot Girek

Istiqamatuddin Serambi Aceh II Munajar,Hs Peusangan Cot Kumude Peusangan

Madinatuddiniyah Babussa'adah Zakaria M Yusuf Peusangan Putoh

YPI Darussa'adah Teupin Raya Aceh Tgk. Saifusnur Peusangan Sagoe

Miftahul Ulum Tgk. H. Anwar Nurdin Peusangan Tanoh Mirah

Nurul Jadid Murtadha Yusuf,S.Pd.I.,MA Peusangan CotIjue

YPI Darussa'adah Cot Bada (Terpadu) H Jamaluddin Iddris Peusangan Cot Bada Baroh

Saiful Huda Mulyadi Hamzah Peusangan Cot Rabo Baroh

Darul Ilmi Tgk. H. Rais Peusangan Blang Rambong

ASJADI Darussa'dah Tgk. Ismail Husen, S.Pd.I Peusangan Matang Cot Paseh

Nurul Muta'alimin Abdul Muis Jangka Mns Krueng

Budi Pulo Iboh Zainal Abidin Zakaria Jangka Pulo Iboh

LPI- Dayah Raudhatul Jannah Tgk. Nazaruddin Abdullah, MA Jangka Bugak Krueng Matee

Yayasan Dayah Nurul Huda Tgk. H. T. Amrullah, Lc, MA Jangka Rusep Dayah

Madinatuddiniah Nurul Ihwani Faisal Hadi Kuala Ujong Blang Aron

Darul Istikamah Mallawi Ja'far Kota juang Gelanggang Tengoh

Darul Khairat Tgk. Zulfikkri Kota juang Gelanggang Tengoh

Durraatul Hidaayah Tgk. Zulkifli Muhammad Kota juang Gelanggang Kulam

Azzahrah (Terpadu) Tgk. Khairul Hisyam Purba Juli Benyot

Nurul Falah Tgk. H. Ismail Muhammad Juli Blang Ketumba

Yayasan Darul Aitami Tgk. Sanusi Yusuf Juli Benyot

Nurul Yaqin Tgk. Fadli Umar Juli Blang Ketumba

Almadinatuddiniyah Babussalam Putra H Muhammad Amin Bin Mahmud Jeumpa Kuala Jeumpa

Almadinatuddiniyah Babussalam Putri Haidar Muhammad Amin Jeumpa Blang Bladeh

YPI. Darussa'dah Teupin Raya Aceh Tgl. Muhammad Ishaq Jeumpa Cot Tarom

YPI. Darussa'dah Teupin Raya Aceh Tgk. Muhammad AR Jeumpa Lipah Rayeuk

Nurul Huda Tgk. M. Yusuf Hamzah Peudada Pulo Ara

Nurul Islam Kamaruzzaman Peudada Pulo

Nurul Falah H. Yuraddin Muhammad Peudada Meunasah Bungo

Darul Aman Al-Aziziyah Tgk. Fauzi Abdullah Peudada Meunasah Krueng

Darul Muttaqin M. Harun MA Peudada Blang Kubu

Madinatuddiniyah Darul Aminin Tgk. Muhammad Hafana Peulimbang Puuk

Darul Falah Hj. Latifah Ismail Jeunieb Meunasah Tunong Lueng

Babussalam Al-Aziziyah (Putra) Tgk. H. M. Yusuf A. Wahap Jeunieb Blang Mee Barat

Babussalam Putri Tgk. Muhammad Hasan Jeunieb Blang Mee Barat

Darunnajah Puteri Tgk. Jailani M. Ali Jeunieb Lheu Simpang

Dhiaul Haq Al-Aziziyah Tgk. Nurdin M. Judon Jeunieb Lueng Teungoh

Darul Atiq Putra Tgk. Muhammad Qasem Jeunieb Blang Raleut

Darul Atiq Putri Tgk. Ridwan Raden Jeunieb Blang Raleut

Darussalamah Al-Aziziyah Tgk. H. Nurhadi Jeunieb Cot Geulumpang Baroh

Miftahul Falah Tgk. Sudirman Arifin Pandrah Meunasah Reudeup

Najmussalam Tgk. Ahmad Ridwan Pandrah Pandrah Kandeh

Jama'ah Amaliah Zulkifli Bentara Pandrah Pandrah Kandeh

Ihyaul U'lum Al-Aziziyah Tgk. Hasanoel Basri Sp Mamplam Blang Tambue

Dhiaul Huda Abbas Abdullah Sp Mamplam Keude Tambue

Diaul Huda Putra Zubaili, MA Sp Mamplam Keude Tambue

Tauthiatuth Thullab Putra Tgk. H. Sofyan Mahdi Sp Mamplam Arongan

Tauthiatuth Thullab Putri Tgk. H. Asbahani Sp Mamplam Arongan

Madinatutthalibin Sulaiman H. A. Wahab Sp Mamplam Meunasah Mesjid

Babul Falah M. Luthan Sp Mamplam Cureh Baroh

Harapan Ummat Tgk. Luthfi Sofyan Mahdi Sp Mamplam Arongan

Ummul Ayman Tgk. H. Nuruzzahri Samalanga Putoh

Putri Muslimat Tgk. H. Ahmadallah Samalanga Putoh

Dayah Manyang H. Husnul Mannan Samalanga Meulum

Riyadhul Mubarak Putra Tgk. Busairi Yahya Samalanga Matang Teungoh

Riyadhul Mubarak Putri Tgk. Busairi Yahya Samalanga Matang Teungoh

Raudhatun Hasanah Tgk. AbdulHannan Samalanga Namploh Manyang

Nazmul Hidayah Al-Aziziyah Tgk. Tarmizi H.M. Daud Samalanga Cot Meurak Blang

Mudi Al-Aziziah Putra Tgk. H. Hasanul Basri Samalanga Miden Jok

Mudi Al-Aziziah Putri Tgk. Said Mahyiddin Samalanga Miden Jok


Sumber Badan Dayah Kabupaten Bireue

DAYAH Alminatuddiniyah Babussalam, Blangbladeh

Mesjid Di Ponpes Babussalam Blang Bladeh

Bireuen merupakan induk dari beberapa dayah slafiah di Aceh yang sudah mendidik santri sejak zaman Belanda. Awalnya, dayah tersebut  didirikan Tgk H Imam Hanafiah pada tahun 1890. Setelah Tgk Imam meninggal, estafet kepemimpinan dayah itu dilanjutkan anaknya Tgk Mahmudsyah.

Sejak Tgk Mahmudyah meninggal hingga sekarang dayah itu dipimpin anaknya yaitu Tgk Muhammad Amin atau yang lebih dikenal dengan Abu Tumin. Abu Tumin adalah cucu Tgk Imam Hanafiah. “Dayah ini adalah dayah salafiah yang terus berupaya melahirkan kader-kader ulama dan berjuang keras agar syariat Islam tidak hanya sebatas wacana,” ujar Abu Tumin (80) menjawab Serambi di rumahnya kawasan Blang Bladeh, dua hari lalu.

Menurutnya, dayah yang berciri khas pengajian ilmu fiqih, tauhid, dan tafsir saat ini memiliki 850 santri dengan 80 guru. Dalam rentang waktu yang sudah mencapai 121 tahun mendidik generasi muda, dayah itu sudah dikenal luas dan telah ada belasan pesantren lain yang merupakan cabang dari dayah tersebut. “Santri juga diajarkan ilmu jual beli, qadhi, sosial, zakat, pernikahan, pinjam meminjam dan sebagainya,” jelas Abu Tumin.

Dayah yang berada di kompleks Masjid Al-Ikhlas Blangbladeh itu, memiliki beberapa bangunan bertingkat selain tempat penginapan santri dan balai pengajian. Bahkan, dayah itu dibangun pada dua lokasi terpisah, yaitu satu untuk putra yang disebut Babussalam Putra yang ada di Blangbladeh dan satu lagi Babussalam Putri yang berada di Desa Kuala Jeumpa.

Sebagai orang yang dianggap sebagai tokoh ulama di Bireuen dan Aceh, Abu Tumin selain memimpin dayah itu secara terjadwal ia juga memimpin pengajian di rumahnya dan setiap bulan diundang untuk memimpin pengajian dengan puluhan ulama lain di Kampung Beusa Seubrang, Peureulak, Aceh Timur.

Di Aceh, tambah Abu Tumin, ada tiga sebutan dayah yaitu dayah Minatuddiniyah adalah bagian dari Alminatuddiniyah Babussalam Bireuen, Darusaa’adah adalah cabang dari Darussaa’adah Teupin Raya (Pidie), dana dayah yagn sebutan Al-Aziziyah adalah dayah yang lahir di Samalanga. “Tiga sebutan itua masing-masing memiliki ciri khas tersendiri,” ujar Abu Tumin.
(sandyatullah)

data dayah Babussalam:
- Didirikan tahun 1890 oleh almarhum Tgk H Imam Hanafiah (kakek Abu Tumin)
- Alminatuddiniyah Babussalam Putra di Desa Blangbladeh, Kecamatan Jeumpa, Bireuen
- Alminatuddiniyah Babusalam Putri di Desa Kuala Jeumpa
- Ciri khas mengajarkan ilmu fiqih, tauhid, dan tafsir

Biografi Ulama di Bireuen

 
1.  Tgk. H Nuruzzahri Yahya



Tgk. H Nuruzzahri Yahya, akrab disapa Waled Nu, lahir di desa Mideun Jok, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen pada 1951. Dia anak sulung Tgk.H Yahya dari istri pertamanya, Sa'diah. Dari ibu Sa'diah yang meninggal dunia pada 1959 Waled Nu memiliki dua orang saudara; Tgk.Fakhrurrazi Yahya dan Syeh Asnawi Yahya (Alm). Dari ibu kedua, Hj Nurjannah, Waled memiliki dua orang adik, yaitu Tgk. Syeh Baihaqi dan Hj. Marhamah (Walidah Tanoh Mirah, istri Tgk.H.Anwar Nurdin). Ketika ia berumur delapan tahun, ibu kandung meninggal dan tinggallah Nuruzzahri kecil dengan adik-adiknya bersama ayah.

Ayah Tgk.H.Nuruzzahri, Tgk. H.Yahya, adalah seorang tokoh masyarat, tokoh agama, juga seorang guru besar yang merangkap panitia pembangunan dayah Ma'hadal Ulum Diniyyah Islamiyah Mesjid Raya, (MUDI MESRA), di era kepemimpinan Tgk.H. Abdul Aziz (Abo Aziz Samalanga). Selain sebagai tokoh agama, beliau juga seorang pembisnis hasil bumi yang tergolong sukses.

Tgk.H.Yahya berasal dari desa Monkeulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen. Pada 1937 ia berangkat ke Samalanga untuk menyantri ( meudagang ) di Dayah MUDI MESRA yang dipimpin oleh Tgk. Abi (Tgk.H.Hanafiah). Setelah 14 tahun di sana ia menikah dengan Sa'diah, seorang gadis desa Mideun Jok, desa tempat Dayah MUDI berada. Tgk.H.Yahya adalah sosok berdarah Arab Yaman Selatan. Dilihat dari postur tubuh, ia mirip orang Timur Tengah dan sering disapa dengan panggilan "Tgk.Arab". Begitu juga dengan anak-anaknya seperti Waled Nu.

Dalam mendidik anak-anaknya, Tgk.H.Yahya sangat disiplin dan memahami bakat dan kemampuan mereka. Anak-anak beliau diberi kebebasan memilih jalan hidup asalkan mareka sudah matang menguasai ilmu agama dengan cara belajar di dayah. Dia sangat menekankan pentingnya kewiraswastaan ​​agar terkikis mental-mental manja dari seorang anak. Apapun sikap dan tindakan yang bermanfaat bagi mereka, akan diberi dukungan, baik dukungan moril maupun materil. Sebagai contoh, ketika Waled Nu pada masa muda memilih turun ke sawah untuk menjadi petani layaknya masyarakat lain sebagai sikap mandiri dalam soal ekonomi, sang ayah memberi dukungan dan dorongan dan bahkan memodalinya. Mungkin ada sebagian masyarakat yang memandang ironis karena Waled adalah anak seorang pedagang sukses. Mereka heran mengapa ia memilih memanggul cangkul ke sawah.

Pola pendidikan seperti itu telah mengantar anak-anak Tgk.H.Yahya ke jenjang kesuksesan, seperti Tgk. H. Nuruzzahri yang kemudian menjadi seorang tokoh ulama Aceh dan akhirnya disebut Waled Nu. Tgk.Fakhrurrazi menjadi pedagang hasil bumi. Syekh Asnawi menjadi guru SMA di Sigli dan meninggal sebagai korban DOM 1991. Syekh Baihaqi menjadi ketua umum Dayah Malikussaleh Panton Labu. Putri bungsu beliau, Hj.Marhamah berkiprah sebagai pimpinan pesantren putri Miftahul Ulum, Tanoh Mirah (Walidah Tanoh Mirah).

2. Syaikh Hasanoel Bashry. HG

ABU MUDI adalah seorang ulama dayah salafiyah Aceh yang bernama lengkap Tgk. H. Hasanoel Bashry. Bin H. Gadeng. Popularisasi nama julukan Abu Mudi ini menunjukkan kadar popularitas dan gambaran peran sang tokoh agama di tengah masyarakatnya. Julukan Abu Mudi bagi Tgk. H. Hasanoel Bashry. HG, itu diperoleh karena peran dan jasanya sebagai pendidik, penegak dan pembangun lembaga pendidikan Islam Ma’hadal ‘Ulum Diniyah Islamiyah, juga sebagai penghargaan atas jasa dan perannya sebagai pemimpin dan pemegang posisi sentral pada lembaga tersebut pasca wafat bapak mertuanya, yaitu Tgk H. Abdul ‘Aziz atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abon.
Syaikh Hasanoel Bashry. HG, lahir pada tanggal 26 Sya`ban 1368 H bertepatan dengan tanggal 21 Juni 1949 M, di desa Uteun Geulinggang kec. Krueng Geukueh. Beliau adalah yang tertua dari dua bersaudara, putera pasangan Tgk. H. Gadeng dan Ummi Manawiyah yang berasal dari keluarga berlatarbelakang agama yang kuat.
Disiplin yang ditanamkan oleh orangtuanya telah membentuk karakter Abu MUDI menjadi sosok yang sangat menghargai waktu dan mencintai ilmu Allah melebihi segalanya. Beliau tampil sebagai pribadi yang tekun belajar dan tidak bosan melakukan kajian.
Tahap-tahap pembelajaran sistem klasikal dayah (pesantren) tradisional yang berbentuk halaqah dilalui dengan penuh semangat sampai selesai pada tahun 1972 (tujuh tahun).

Di sini beliau memperoleh bimbingan dari guru-guru beliauKecintaan kepada ilmu agama membuat beliau betah untuk terus bergelut dengan tradisi keilmuan dayah, segera setelah menamatkan jadwal pembelajaran kurikulum wajib, beliau mendaftar di tahap pembelajaran lanjutan. Di tahun yang sama beliau masuk di kelas Bustanul Muhaqqiqin sampai selesai pada tahun 1975. Dalam pembelajaran di tingkat Bustanul Muhaqqiqin, beliau mendapat gemblengan khusus dari Abon (Tgk. H. Abdul Aziz Shaleh sebagai pimpinan pesantren). 
Di masa ini pula beliau diserahi tugas-tugas administrasi kedayahan yang dalam konteks sekarang diistilahkan sebagai “magang”. Dalam masa itu beliau sempat mengemban tugas sebagai sekretaaris umum pesantren MUDI (1972-19750). Sukses memenuhi tanggung jawab, lalu beliau diangkat sebagai ketua umum pesantren MUDI pada tahun 1975, dan terus dijabatnya. Pada 1978, dalam usia 29 tahun, beliau menikah dengan putri sulung Abon Aziz, Shalihah.
Pengabdian tulus beliau dalam dunia kedayahan terus mendapat peningkatan bobot tanggung jawab. Puncaknya adalah pada tahun 1988, saat Abon Aziz meninggal dunia sehingga praktis tugas kepemimpinan pesantren harus diisi olehnya. Dan akhirnya beliau ditetapkan pula menjadi pimpinan pesantren MUDI Mesjid Raya sampai sekarang.
Kiprah Abu MUDI dalam Sosial Kemasyarakatan
Tanpa mengesampingkan perhatian Syaikh Hasanoel Bashry. HG, pada sektor pengajaran, ternyata konsentrasi pada bidang organisasi kemasyarakatan juga menjadi prioritas utama. Diantaranya, Ketua Tarbiyah Islamiyah Kec. Samalanga, Penasehat Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Ketua Syuriyah Nahdhatul Ulama (NU) Kab. Bireuen, dan wakil ketua Syuriyah Nahdhatul Ulama (NU) wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, Dewan Majelis Syuyukh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Nanggro Aceh Darussalam sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Daerah Kabupaten Bireuen sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang, Ketua Ikatan Persaudaraan Haji (IPHI) Samalanga, sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang.
Dalam sosial kemasyarakatan, Abu MUDI dalam berinteraksi dengan masyarakat tidak hanya dilakukannya melalui halaqah ilmiah, tetapi beliau juga mengoptimalkan seluruh media yang bisa dimanfaatkan untuk berinteraksi dalam hal pengembangan pendidikan Islam. Hingga saat ini, Abu MUDI melayani masyarakat dalam menjawab beragam kasus hukum melalui Short-Message-Service (SMS), Blacberry Messangger (BBM), dan Fanspage Facebook.
Kiprah Abu MUDI dalam Karya Tulis
Tidak hanya itu, Syaikh Hasanoel Bahsry. HG, juga konsen pada bidang penulisan yang tersebar dalam beberapa disiplin ilmu dengan ciri khas merata yaitu argumentatif. Beliau tertarik untuk terjun ke dunia penulisan setelah membaca dan mengkaji secara serius sebuah buku yang kontroversial yaitu buku ”Al-Manazil” buah pena Al-Anshari (w. 481/1089). Buku tersebut kemudian diberi komentar dan ditulis dengan judul Manazil Al-Sa’irin.
Alasan kedua beliau tertarik untuk menulis, setelah melihat fenomena kehidupan masyarakat muslim hari ini khususnya di Aceh, minim sekali yang berminat untuk mempelajari hukum atau ilmu agama lainnya dengan menggunakan kitab Arab klasik sebagai panduan. Mereka lebih senang membaca buku- buku yang kadang- kadang sangat kontroversial dengan ajaran agama yang sebenarnya.
Sejak saat itulah Syaikh Hasanoel Bashry. HG. mulai berkarya dan menterjamahkan kitab- kitab Arab klasik ke dalam bahasa Indonesia yang benar, dan mudah dipahami oleh pembaca. Dan karya lainnya dalam bentuk makalah, seperti. Peran Ulama Dalam Perdamaian Aceh (Peran Ulama Dayah Dalam Konteks Pendekatan Berbasis Agama Dan Pendidikan). Makalah yang disampaikan pada Workshop Pondok Pesantren Dan Peace Building Bogor 23-25 Maret 2006.
Hasil karya lainnya dari Abu MUDI adalah Buku yang bertajuk Pemikiran Ulama Dayah Aceh yang diterbitkan oleh BRR-NAD pada tahun 2006, Abu MUDI juga menulis tentang Korupsi dalam Perspektif Islam, dan hingga saat ini semua karya tulis beliau ada yang telah dibukukan dan ada pula masih dalam bentuk paper ilmiah yang disampaikannya dalam setiap pertemuan ilmiah dalam berbagai acara, seperti seminar, workshop hingga sidang ifta MPU Aceh. Dan juga kadangkala tulisan Abu MUDI dipublikasikan di berbagai media online seperti di website www.suaraaceh.com, www.lbm-mudi.com dan www.al-aziziyah.com
Disamping buku-buku hasil karya Syaikh Hasanoel Bashry. HG yang menghiasi khazanah pustaka, beliau juga memiliki murid dan kader yang handal. Di antara muridnya yang mampu mewarisi semangat keilmuan dan bahkan di antara mereka ada yang berhasil mendirikan Lembaga Pendidikan di daerahnya masing- masing sebagai wujud dari perpanjangantangan dalam menyebarkan syari’at.
Kiprah Abu MUDI Dalam Pendidikan Islam di Aceh
Sebagai salah satu tokoh pendidik di Aceh, kesuksesan Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan STAI Al-Aziziyah Samalanga menjadi bukti nyata tentang kiprah yang diperankannya dalam pengembangan pendidikan di Aceh.

Dari gaya kepemimpinan beliau, Abu MUDI di Dayah MUDI Mesjid Raya telah berkontribusi dalam pengembangan pendidikan agama Islam di Aceh seperti upaya pencapaian tujuan, berfungsinya sistem di dayah tersebut, dan tingkat kepuasan individu yang berpartisipasi, salah satu factor yang melatarbelakangi kesuksesan Abu MUDI dalam menyukseskan pendidikan di Dayah MUDI Mesjid Raya adalah factor kepemimpinannya, di mana hal ini dapat dilihat dari segi perubahan yang terjadi pada pesantren dalam masa kepemimpinan Abu. 
Pada masa kepemimpinan Abu MUDI banyak sekali dilakukan perubahan-perubahan. Pola pikir beliau yang dinamis membawa angin segar perubahan yang meniscayakan pembenahan dan pembaharuan dalam beberapa sisi kedayahan diantaranya pembinaan manajerial pengelolaan Dayah MUDI Mesjid Raya, pengembangan pendidikan dan akses perhubungan masyarakat.
Dalam pengembangan pendidikan, kendatipun pesantren merupakan kenyataan sosial yang sudah mapan dalam masyarakat Indonesia, namun tidak memperoleh perhatian dan intervensi yang signifikan dari pemerintah untuk mengembangkan ataupun memperdayakannya. Hal ini menjadikan pesantren tumbuh dengan kemampuan sendiri yang pada akhirnya menumbuhkan varian yang sangat besar, karena sangat tergantung pada kemampuan masyarakat itu sendiri. Kadang kesan yang muncul adalah bahwa pesantren adalah merupakan lembaga yang eklusif dan kurang mengakomodasi perkembangan zaman.
Pesantren bukan berarti tidak mempunyai kelemahan dan kekurangan, untuk itu perlu adanya perbaikan dengan cara melakukan rekontruksi terhadap sistem pendidikan yang ada. Rekontruksi sitem pendidikan pesantren buka berarti merombak seluruh sistem yang ada yang berakibat hilangnya jaiti diri pesantren. Rekonstruksi sistem pendidikan tidak harus merubah orientasi atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddiin dalam pengertian luas.
Menyadari hal tersebut Abu juga melakukan rekonstruksi di pesantren MUDI Mesjid Raya di beberapa sektor, yaitu: Kurikulum, Pengenalan Komputer, Mabna Lughah (lembaga bahasa Arab & Inggris), Pembukaan STAI Al-Aziziyah, TK, SMP Islam Dayah Jamiah Al-Aziziyah, SMK Islam Jamiah Al Aziziyah serta berbagai gebrakan perubahan yang dilakukannya untuk mewujudkan pendidikan dayah memiliki daya saing dengan berbagai lembagai pendidikan formal di Aceh maupun luar Aceh.
Hal lain yang dilakukan Abu MUDI dalam menjalankan pengembangan pendidikan Agama Islam di Aceh adalah dengan membuka akses hubung masyarakat, di antaranya dengan memdirikan lembaga Pengajian TASTAFI (Tasawuf, Tauhid dan Fiqh) di mana Abu MUDI dengan lembaga tersebut mengajarkan masyarakat luar dayah MUDI untuk pemahaman ilmu tauhid, tasauf dan fiqh. Hingga saat ini pengajian TASTAFI sudah berjalan di mesjid Al-Bakri Samalanga, Darul Jamil Beureunuen, Mesjid Lhoksukon, Mesjid Agung Bireuen, Mesjid Kembang Tanjong, Mesjid Bujang Salem krueng Gekueh, Rumkin dari Fauziah Bireuen, Yayasan Sirajul Mudhi Jakarta, Mesjid Grong-Grong Pidie, Mesjid Taqarrub Darussalam Medan dan juga mengisi kajian Islam di Kuala Lumpur dan Johor Baru Malaysia.
Termasuk juga dalam kiprah Abu MUDI dalam mengembangkan pendidikan Islam di Aceh adalah melalui pembinaan rabithah alumni LPI MUDI Mesjid Raya secara intens, Abu melakukan pembinaan alumni-alumninya sehingga hubungan antara dayah Induk dengan Dayah Alumni-Alumninya terjalin secara efektif baik daripada visi dan misinya. Lembaga MUDI hingga saat ini telah banyak menghasilkan alumni yang sebahagian dari mereka ada yang melanjutkan studinya baik dalam maupun luar negeri, dan ada pula yang sudah bekerja di instansi pemerintahan, wiraswasta serta ada pula yang berkarya mendirikan pesantren di daerah mereka masing-masing. 
Dayah cabang binaan Alumni saat ini telah mencapai 423 pesantren dan balai pengajian yang tersebar di daerah Aceh dan di luar Aceh. Dengan demikian berarti pesantren tersebut telah menciptakan para lulusan yang bermanfaat bagi pemerintah dan bagi masyarakat dalam membangun manusia seutuhnya.
Selanjutnya, Abu MUDI juga telah merintis kerja sama antar negara, di mana hingga sekarang ini Dayah MUDI telah menjalin kerjasama dengan Universitas Sultan Sharif (Unissa) Brunei Darussalam, Mufti Penasehat Kerajaan Brunei Darussalam dan Universitas Islam Antarbangsa Malaysia. 
Penandatangan nota kerjasama dengan pihak Mufti Penasehat Kejaraan Brunei Darussalam pada tanggal bertujuan untuk menerjemahkan manuskrip 600 kitab yang ditulis para ulama di Asia Tenggara, termasuk ulama Aceh ke dalam bahasa Melayu dan MUDI menyediakan orang yang memiliki kemampuan menerjemahkan manuskrip tersebut. Sedangkan dengan pihak UNNISA, Abu menjalin kerjasama yaitu di bidang pertukaran pengajar, mahasiswa, dan pengembangan paskasarjana,karena mengingat Mudi juga memiliki STAI Al Aziziyah dan para mahasiswa dan pengajar STAI Al Aziziyah bisa belajar di Unissa salah satu kampus negeri di Brunei.
Dengan demikian, perubahan-perubahan yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa Abu MUDI telah membawa perubahan besar dalam lingkungan dayah khusunya dan dalam pengembangan pendidikan Islam di Aceh pada umumnya. Saat kebanyakan dayah masih anti dengan istilah manajemen modern, Abu MUDI justru telah menerapkannya di kampus MUDI Mesjid Raya Samalanga. Dan demi tercapainya visi lahirnya ulama yang berwawasan luas Abu MUDI menerapkan pendidikan umum di kampus MUDI Mesjid Raya, demi berjalannya proses pendidikan Islam, Abu tidak hanya bekerjasama dalam tingkat nasional, bahkan Abu MUDI menjalin kerja sama tingkat Internasional. 
 
3.  Abu Tumin
 
 
Abu H.Muhammad Amin Blang Bladeh yang akrab dengan panggilan Tumin. beliau salah satu murid Abuya Syeikh Muda Waly Al Khalidy (ulama paling berpengaruh dalam melahirkan Ulama di Aceh) dan beliau satu-satunya murid Abuya Syeikh Muda Waly yang masih tersisa di Aceh dan beliau tercatat sebagai Ulama Aceh yang paling senior dan paling tua yang masih tersisa berusia lebih kurang sekitar 85 tahun. Beliau juga merupakan murid Abu Hasan Krueng Kale (Syaikh Muhammad Hasan al-Aasyie al-Falaki) yang ikut aktif berjuang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sehubungan dengan sapaan ini (Tumin) beliau sendiri benar berkelakar, kira-kira begini ucapan beliau, “Ka dumno tuha, hana dihei Tgk (saya sudah tua begini gak dipanggil Tgk)..”. Spontan saja kami yang berada dihadapan beliau tak sanggup menahan tawa yang membuat riuh ruang rumah Beliau.

Dalam berbicara beliau memiliki ciri khas, gaya bicaranya halus tidak blak-blakan dan bijaksana. Walaupun usia sudah sangat tua, tapi waktu beliau berdiri dan berjalan tubuh beliau masih tegak tidak membungkuk, dan tidak perlu memakai tongkat dan semangatnya seakan masih muda.
Beliau merupakan pemimpinnya Ulama Aceh dan ini terbukti ketika ada forum-forum pertemuan Ulama beliau begitu sangat menonjol dan beliau merupakan ulama yang ahli dibidang ilmu Fiqh, khususnya madzhab Syafi’i. Dalam banyak masalah beliau sangat gigih mempertahankan pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i ketika terjadi kontroversi antar sesama Ulama Aceh .
Selain ahli dibidang fiqh, beliau juga seorang yang sangat mahir dibidang tauhid, sangat menguasai kitab Syarah Al-Hikam karangan Syaikh ‘Ataillah As-Sakandari, mudah dicerna ketika beliau menerangkan tentang kalam-kalam hikmah yang terkandung dalam kitab tersebut. Beliau juga seorang Ulama ahli Thariqat Al-Haddadiyah.

Beliau merupakan pimpinan dayah (pesantren) Al Madiinatuddiniyah Babussalam, Blangbladeh, Kec.Jeumpa, Kab.Bireuen yang merupakan induk dari beberapa dayah salafiah di Aceh yang sudah mendidik santri sejak zaman Belanda. Awalnya, dayah tersebut didirikan Tgk H Imam Hanafiah pada tahun 1890. Setelah Tgk Imam Hanafiah meninggal, estafet kepemimpinan dayah itu dilanjutkan anaknya Tgk Mahmudsyah.

Sejak Tgk Mahmudyah meninggal hingga sekarang dayah itu dipimpin anaknya yaitu Tgk Muhammad Amin atau yang lebih dikenal dengan Abu Tumin. Abu Tumin adalah cucu Tgk Imam Hanafiah. “Dayah ini adalah dayah salafiah yang terus berupaya melahirkan kader-kader ulama dan berjuang keras agar syariat Islam tidak hanya sebatas wacana,” ujar Abu Tumin menjawab wartawanSerambi Indonesia.

Dayah yang berciri khas pengajian ilmu fiqih, tauhid, dan tafsir dalam rentang waktu yang sudah mencapai 121 tahun mendidik generasi muda, dayah itu sudah dikenal luas dan telah ada belasan dayah lain yang merupakan cabang dari dayah tersebut.
Dayah yang berada di kompleks Masjid Blang Bladeh itu, memiliki beberapa bangunan bertingkat selain tempat penginapan santri dan balai pengajian. Bahkan, dayah itu dibangun pada dua lokasi terpisah, yaitu satu untuk putra yang disebut Al Madiinatuddiniyah Babussalam Putra yang ada di Desa Kuala Jeumpa, dan satu lagi Babussalam Putri yang berada di Blang Bladeh. Sebagai orang yang dianggap sebagai tokoh ulama Aceh dan Bireuen, Abu Tumin selain memimpin dayah itu secara terjadwal dirumah beliau untuk guru-guru yang mengajar mulai dari hari Senin-Kamis, beliau juga memimpin pengajian di rumahnya selepas shalat jum’at untuk kaum ibu-ibu yang berdatangan sesak penuh kerumah beliau dan setiap bulan diundang untuk memimpin pengajian akbar yang diikuti oleh Ulama dan Umara di Kampung Beusa Seubrang, Peureulak, Aceh Timur dan ditempat-tempat lain.
Pada akhir/awal nama dayah-dayah di Aceh, ada tiga sebutan populer yang disandingkan bergandengan namanya yaitu Madinatuddiniyah adalah bagian dari Al Madinatuddiniyah Babussalam Bireuen, Darusaa’adah adalah cabang dari Darussaa’adah Teupin Raya (Pidie), dan Al-Aziziyah adalah cabang dayah Mudi Mesra Samalanga Bireuen. “Tiga sebutan itu masing-masing memiliki ciri khas tersendiri,” ujar Abu Tumin.

Kita doakan beliau agar selalu sehat, sanggup membina dan mendidik umat ke jalan kebenaran yang ber'tiqad Ahlussunnah Waljama'ah. Aamiin..
 

Minggu, 12 Oktober 2014

Bireuen sebagai kabupaten 1001 dayah

 Angka 1001 (seribu satu) adalah angka yang lebih identik dan populer dengan Negara Irak, konon dari sanalah kisah 1001 malam terjadi. Dikisahkan Raja Syahriyar dari Persia marah besar setelah menangkap basah istrinya tengah berselingkuh. Raja Syahriyar segera memancung istrinya beserta selingkuhannya.

 Sejak saat itu, Raja Syahriar memberi amar kepada Wazir (seorang perdana menteri) untuk mencari gadis untuk dinikahinya secara resmi kemudian esok sorenya dihukum pancung. Telah banyak wanita yang menjadi korban Raja Syahriyar. Hingga akhirnya, putri Wazir yaitu Syahrazad, dengan tanpa paksaan meminta untuk menikah dengan sang Raja Syahriyar. Saat malam pertama, Syahrazad bercerita sebuah cerita kepada Raja Syahriyar. Namun ia tidak menyelesaikan ceritanya saat malam itu. Raja Syahriyar penasaran dengan cerita Syahrazad sehingga hukuman pancung pun ditunda agar bisa mendengar kelanjutan kisah Syahrazad. Syahrazad dengan khazanah cerita yang dimiliki setiap malam dapat mempersembahkan kepada Sang Raja satu cerita secara terus menerus sampai dengan 1001 malam, hingga kemudian hukuman pancung kepadanya dapat ditangguhkan bahkan kelak Syahrazad menjadi permaisuri Raja dan mengakhiri ancaman pancung kepada gadis lain. 

Santri Di Pondok Sedang Mengikuti Pengajian
Dari sanalah angka 1001 malam terkenal dan sebagian kita ingin memberi label kepada Kabupaten Bireuen dengan angka itu. Memperjuangkan Kabupaten Bireuen untuk mendapat julukan “Bireuen sebagai Kabupaten 1001 Dayah” adalah sebuah ikhtiar yang didukung realitas di lapangan walaupun jika kita kalkulasikan dengan matematik tidak akan kita dapatkan jumlah Dayah di Bireuen yang menncapai 1001 dayah. Nama itu masih dalam tataran rintisan toh sampai sekarang Bireuen belum resmi bergelar Kabupaten 1001 Dayah. Namun potensi ke arah itu begitu terbuka, menarik dicermati jika di tengah gempuran era modernisasi dan inovasi yang begitu menggiat di bidang pendidikan ada sebuah kabupaten justru ingin eksis dengan tetap mempertahankan pendidikan ala dayah yang tradisional (salafy) bersama dengan institusinya, apa yang menyebabkan itu terjadi? Mari ikuti ulasan berikut dengan santai. 

1) Sejarah mencatat bahwa lembaga pendidikan tertua di Aceh adalah Dayah (Zawiyah dalam Bahasa Arab), bahkan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sebagai “jantong atee rakyat Aceh”. Lembaga perguruan tinggi ini diberi nama Syiah Kuala untuk mengenang seorang ulama cendekiawan muslim bernama Syekh Abdul Rauf yang bermukim dan mengembangkan pendidikan dayah (pesantren) di muara Krueng Aceh (Kuala Aceh) pada abad ke-17 M. Ulama cendekiawan tersebut lebih dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala.

Jejak Dayah sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosiasl di Aceh bisa kita telusuri kiprahnya sampai kepada masa kerajaan Samudera Pasai. Di Bireuen salah satu dayah tertua dan terbesar adalah MUDI MESRA (Madrasah Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya) Samalanga sebagai institusi pendidikan yang mengambil peran paling sakral dalam mencetak generasi ummat dan kader dayah yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya, telah banyak alumninya yang mendirikan dayah, jadi ustaz, politikus, akademisi dan lainnya. 

2) Dayah di Kabupaten Bireuen adalah penyumbang pendapatan ekonomi yang menjanjikan. Mari kita buat kalkulasi matematis, jika ada 100 dayah di Bireuen memiliki santri rata-rata 150 orang berarti 100 dayah x 150 orang = 15.000 orang. Dengan asumsi seorang santri belanjanya perbulan Rp. 300.000 maka in come pendapatan dari keberadaan dayah di Bireuen adalah 15.000 x 300.000 = Rp. 4,500,000,000 (empat milyar lima ratus juta rupiah) perbulan merupakan angka pemasukan ekonomi yang fantastis dan menjadi sektor penopang ekonomi yang penting bagi Kabupaten Bireuen. 3) Keberadaan Dayah di Bireuen adalah identitas khas Kota Juang karena selain itu kita nyaris tidak unggul di bidang lain dari Kabupaten lain di Aceh, dengan memperjuangkan Bireuen Kabupaten 1001 dayah merupakan bentuk sinergitas mewujudkan Bireuen Kota Santri.

 4) Kekuatan didik ala Dayah adalah pendidikan yang memiliki sinergitas antara duniawi dan ukhrawi, menyatukan pendidikan afektif, kognitif dan psikomotor sehingga mencapai taraf insan Khalifatullah sebagaimana tujuan pendidikan Islam. 

5) Dayah salafy dapat melahirkan orang-orang alim keramat, ini suatu kelebihan yang diberikan Allah. Orang alim keramat di Aceh hanya dapat lahir dari pendidikan Dayah, selain itu rasanya tidak ada lembaga pendidikan yang mampu melakukannya, jejak sejarahnyapun tidak ada. 

Namun alumni dayah bisa kita sebutkan beberapa orang yang mencapai keramah yaitu Syaikh Mudawali, Tgk. Ibrahim Woyla, Tgk. Chiek Awee Geutah, mereka semua Allahu Yarham adalah orang-orang pilihan dengan kelebihan masing-masing. Sekarangpun masih ada yang masih hidup salah satunya Abu Kuta Krueng dengan salah satu kelebihannya merajah air untuk berbagai penyakit adalah saksi hidup karamah yang Tuhan berikan itu ada bukan hanya legenda.

 6) Orang dayah (santri) terkenal Akhlak mulianya, mari kita lihat perkembangan penddidikan dunia yang terus terjadi degradasi moral, Indonesiapun seakan tak habis-habisnya dalam melakukan perubahan dan inovasi kurikulum untuk menjawab tantangan tersebut di pendidikan formal. Namun Dayah dengan sistem pendidikan Salafinya masih aman dari penyakit moral tersebut, secara kasat mata kita bisa melihat bahwa di dayah santriwan (laki-laki) terpisah dengan santriwati (perempuan), budaya takzim kepada guru dengan penuh khidmat, bukan pemandangan langka saat santri mau belajar di balai terlebih dahulu menjabat tangan guru dan menciumnya begitu juga saat pengajian selesai aktifitas itu kembali dilakukan. Dayah sangat efektif dalam mencapai masayarakat adil makmur dan berbudaya (berkahlak mulia), dalam konteks Bireuen kita bisa melacak sejarah, salah satunya dari penuturan murid-murid Tgk. Teunom (Pendiri Dayah Darul Istiqamah Geulanggang Teungoh) beliau aktif dalam merangkul beberapa preman Bireuen dengan pendekatannya mengajarkan silet dan karate akhirnya mereka insaf dan mengaji di Dayah dengan demikian angka hasilnya kriminalitas di Bireuen menurun.

 7) Pendidikan Dayah menghidupkan, ini yang perlu digaris bawahi, karena pendidikan dalam arti yang paling dasar adalah menghidupkan, menumbuhkan, mengembangkan diwakili dalam kata Tarbiyah versi Islam, selain yang mengandung tiga hal tersebut bisa dipastikan bukan pendidikan. Bagaimana bisa kita membayangkan seorang ayah yang bekerja siang malam, jual tanah kadang-kadang untuk membiayai anaknya kuliah di universitas ternama untuk menempuh pendidikan, pendidikan seperti itu adalah pendidikan yang akan mematikan, jikapun lulus nantinya banyak diantara mereka menjadi pesakitan di pengadilan Tipikor setelah ditangkap KPK, ini adalah fakta produk pendidikan di Indonesia terbukti dari banyaknya koruptor bergelar Sarjana (S 1), Master of Art (MA), Doktor (Dr) dan Profesor (Prof) yang notabenanya lulusan pendidikan tinggi namun bejat moral hingga menjadi koruptor. Berbeda dengan pendidikan Dayah yang murah, penuh dengan negosiasi dan kadang-kadang masih ada dayah salafy di Aceh khususnya di Bireuen yang menggratiskan biaya pendidikan dengan tujuan menghidupkan anak manusia, mengembangkan bakatnya dan menumbuhkan semangatnya untuk menjadi hamba Allah bukan hamba harta. Berapa banyak lulusan dayah yang telah menjadi ulama, politikus, tokoh masyararakat dengan menempuh pendidikan Dayah, dan pastinya mereka itu mendapatkan pendidikan yang murah meriah dengan kualitas nomor wahid. Dan merekapun menjadi teladan umat dalam bergama, berbangsa dan bernegara. 

8) Ulama karismatik di Aceh khususnya di Bireuen hanya berasal dari Dayah, karena lembaga pendidikan lain tidak mampu mengorbit mereka. Ini merupakan fakta bahwa ke dayahlah referensi beragama masyarakat dari dulu sampai sekarang, hanya kepada ulama lulusan dayah, masayarakat Aceh khususnya di Bireuen akan merujuk jika sesuatu perihal keagamaan perlu dipertanyakan, disamping itu mereka senantiasa mengikuti pengajian yang diselenggarakan di dayah. Belum ada yang bisa menggantikan Dayah dan orang-orang dayah dalam hal ini.

 9) Islam yang diajarkan di Dayah adalah Islam yang universal rahmatan lil alamin, mari kita menelisik bagaimana ulama tempo dulu dalam menyebarkan Islam penuh dengan kearifan, memasukkan nilai-nilai Islam dalam beberapa tradisi yang telah ada sebagai wujud menghormati pribumi dan budayanya. Sebagai cotoh acara Peusijuk yang telah lebih dulu eksis dari kedatangan Islam, acara Peusijuk sebagai sebuah tradisi tetap dilanjutkan namun dimasukkan nilai-nilai Islam ke dalamnya sebagaimana kita saksikan sampai sekarang. 

Dalam hal berpakaian kita juga tidak diharuskan menggunakan baju gamis ala Arab karena itu merupakan budaya bukan bagian ajaran inti agama Islam. Itulah sembilan alasan yang yang dapat dijadikan masukan untuk mewujudkan Bireuen Kabupaten 1001 Dayah bukan hanya wacana

Category 3

Category 4

Category 5

 
Copyright © 2013 Bireuen sebagai kabupaten 1001 dayah
Design by FBTemplates | BTT