BREAKING

Minggu, 12 Oktober 2014

Bireuen sebagai kabupaten 1001 dayah

 Angka 1001 (seribu satu) adalah angka yang lebih identik dan populer dengan Negara Irak, konon dari sanalah kisah 1001 malam terjadi. Dikisahkan Raja Syahriyar dari Persia marah besar setelah menangkap basah istrinya tengah berselingkuh. Raja Syahriyar segera memancung istrinya beserta selingkuhannya.

 Sejak saat itu, Raja Syahriar memberi amar kepada Wazir (seorang perdana menteri) untuk mencari gadis untuk dinikahinya secara resmi kemudian esok sorenya dihukum pancung. Telah banyak wanita yang menjadi korban Raja Syahriyar. Hingga akhirnya, putri Wazir yaitu Syahrazad, dengan tanpa paksaan meminta untuk menikah dengan sang Raja Syahriyar. Saat malam pertama, Syahrazad bercerita sebuah cerita kepada Raja Syahriyar. Namun ia tidak menyelesaikan ceritanya saat malam itu. Raja Syahriyar penasaran dengan cerita Syahrazad sehingga hukuman pancung pun ditunda agar bisa mendengar kelanjutan kisah Syahrazad. Syahrazad dengan khazanah cerita yang dimiliki setiap malam dapat mempersembahkan kepada Sang Raja satu cerita secara terus menerus sampai dengan 1001 malam, hingga kemudian hukuman pancung kepadanya dapat ditangguhkan bahkan kelak Syahrazad menjadi permaisuri Raja dan mengakhiri ancaman pancung kepada gadis lain. 

Santri Di Pondok Sedang Mengikuti Pengajian
Dari sanalah angka 1001 malam terkenal dan sebagian kita ingin memberi label kepada Kabupaten Bireuen dengan angka itu. Memperjuangkan Kabupaten Bireuen untuk mendapat julukan “Bireuen sebagai Kabupaten 1001 Dayah” adalah sebuah ikhtiar yang didukung realitas di lapangan walaupun jika kita kalkulasikan dengan matematik tidak akan kita dapatkan jumlah Dayah di Bireuen yang menncapai 1001 dayah. Nama itu masih dalam tataran rintisan toh sampai sekarang Bireuen belum resmi bergelar Kabupaten 1001 Dayah. Namun potensi ke arah itu begitu terbuka, menarik dicermati jika di tengah gempuran era modernisasi dan inovasi yang begitu menggiat di bidang pendidikan ada sebuah kabupaten justru ingin eksis dengan tetap mempertahankan pendidikan ala dayah yang tradisional (salafy) bersama dengan institusinya, apa yang menyebabkan itu terjadi? Mari ikuti ulasan berikut dengan santai. 

1) Sejarah mencatat bahwa lembaga pendidikan tertua di Aceh adalah Dayah (Zawiyah dalam Bahasa Arab), bahkan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sebagai “jantong atee rakyat Aceh”. Lembaga perguruan tinggi ini diberi nama Syiah Kuala untuk mengenang seorang ulama cendekiawan muslim bernama Syekh Abdul Rauf yang bermukim dan mengembangkan pendidikan dayah (pesantren) di muara Krueng Aceh (Kuala Aceh) pada abad ke-17 M. Ulama cendekiawan tersebut lebih dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala.

Jejak Dayah sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosiasl di Aceh bisa kita telusuri kiprahnya sampai kepada masa kerajaan Samudera Pasai. Di Bireuen salah satu dayah tertua dan terbesar adalah MUDI MESRA (Madrasah Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya) Samalanga sebagai institusi pendidikan yang mengambil peran paling sakral dalam mencetak generasi ummat dan kader dayah yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya, telah banyak alumninya yang mendirikan dayah, jadi ustaz, politikus, akademisi dan lainnya. 

2) Dayah di Kabupaten Bireuen adalah penyumbang pendapatan ekonomi yang menjanjikan. Mari kita buat kalkulasi matematis, jika ada 100 dayah di Bireuen memiliki santri rata-rata 150 orang berarti 100 dayah x 150 orang = 15.000 orang. Dengan asumsi seorang santri belanjanya perbulan Rp. 300.000 maka in come pendapatan dari keberadaan dayah di Bireuen adalah 15.000 x 300.000 = Rp. 4,500,000,000 (empat milyar lima ratus juta rupiah) perbulan merupakan angka pemasukan ekonomi yang fantastis dan menjadi sektor penopang ekonomi yang penting bagi Kabupaten Bireuen. 3) Keberadaan Dayah di Bireuen adalah identitas khas Kota Juang karena selain itu kita nyaris tidak unggul di bidang lain dari Kabupaten lain di Aceh, dengan memperjuangkan Bireuen Kabupaten 1001 dayah merupakan bentuk sinergitas mewujudkan Bireuen Kota Santri.

 4) Kekuatan didik ala Dayah adalah pendidikan yang memiliki sinergitas antara duniawi dan ukhrawi, menyatukan pendidikan afektif, kognitif dan psikomotor sehingga mencapai taraf insan Khalifatullah sebagaimana tujuan pendidikan Islam. 

5) Dayah salafy dapat melahirkan orang-orang alim keramat, ini suatu kelebihan yang diberikan Allah. Orang alim keramat di Aceh hanya dapat lahir dari pendidikan Dayah, selain itu rasanya tidak ada lembaga pendidikan yang mampu melakukannya, jejak sejarahnyapun tidak ada. 

Namun alumni dayah bisa kita sebutkan beberapa orang yang mencapai keramah yaitu Syaikh Mudawali, Tgk. Ibrahim Woyla, Tgk. Chiek Awee Geutah, mereka semua Allahu Yarham adalah orang-orang pilihan dengan kelebihan masing-masing. Sekarangpun masih ada yang masih hidup salah satunya Abu Kuta Krueng dengan salah satu kelebihannya merajah air untuk berbagai penyakit adalah saksi hidup karamah yang Tuhan berikan itu ada bukan hanya legenda.

 6) Orang dayah (santri) terkenal Akhlak mulianya, mari kita lihat perkembangan penddidikan dunia yang terus terjadi degradasi moral, Indonesiapun seakan tak habis-habisnya dalam melakukan perubahan dan inovasi kurikulum untuk menjawab tantangan tersebut di pendidikan formal. Namun Dayah dengan sistem pendidikan Salafinya masih aman dari penyakit moral tersebut, secara kasat mata kita bisa melihat bahwa di dayah santriwan (laki-laki) terpisah dengan santriwati (perempuan), budaya takzim kepada guru dengan penuh khidmat, bukan pemandangan langka saat santri mau belajar di balai terlebih dahulu menjabat tangan guru dan menciumnya begitu juga saat pengajian selesai aktifitas itu kembali dilakukan. Dayah sangat efektif dalam mencapai masayarakat adil makmur dan berbudaya (berkahlak mulia), dalam konteks Bireuen kita bisa melacak sejarah, salah satunya dari penuturan murid-murid Tgk. Teunom (Pendiri Dayah Darul Istiqamah Geulanggang Teungoh) beliau aktif dalam merangkul beberapa preman Bireuen dengan pendekatannya mengajarkan silet dan karate akhirnya mereka insaf dan mengaji di Dayah dengan demikian angka hasilnya kriminalitas di Bireuen menurun.

 7) Pendidikan Dayah menghidupkan, ini yang perlu digaris bawahi, karena pendidikan dalam arti yang paling dasar adalah menghidupkan, menumbuhkan, mengembangkan diwakili dalam kata Tarbiyah versi Islam, selain yang mengandung tiga hal tersebut bisa dipastikan bukan pendidikan. Bagaimana bisa kita membayangkan seorang ayah yang bekerja siang malam, jual tanah kadang-kadang untuk membiayai anaknya kuliah di universitas ternama untuk menempuh pendidikan, pendidikan seperti itu adalah pendidikan yang akan mematikan, jikapun lulus nantinya banyak diantara mereka menjadi pesakitan di pengadilan Tipikor setelah ditangkap KPK, ini adalah fakta produk pendidikan di Indonesia terbukti dari banyaknya koruptor bergelar Sarjana (S 1), Master of Art (MA), Doktor (Dr) dan Profesor (Prof) yang notabenanya lulusan pendidikan tinggi namun bejat moral hingga menjadi koruptor. Berbeda dengan pendidikan Dayah yang murah, penuh dengan negosiasi dan kadang-kadang masih ada dayah salafy di Aceh khususnya di Bireuen yang menggratiskan biaya pendidikan dengan tujuan menghidupkan anak manusia, mengembangkan bakatnya dan menumbuhkan semangatnya untuk menjadi hamba Allah bukan hamba harta. Berapa banyak lulusan dayah yang telah menjadi ulama, politikus, tokoh masyararakat dengan menempuh pendidikan Dayah, dan pastinya mereka itu mendapatkan pendidikan yang murah meriah dengan kualitas nomor wahid. Dan merekapun menjadi teladan umat dalam bergama, berbangsa dan bernegara. 

8) Ulama karismatik di Aceh khususnya di Bireuen hanya berasal dari Dayah, karena lembaga pendidikan lain tidak mampu mengorbit mereka. Ini merupakan fakta bahwa ke dayahlah referensi beragama masyarakat dari dulu sampai sekarang, hanya kepada ulama lulusan dayah, masayarakat Aceh khususnya di Bireuen akan merujuk jika sesuatu perihal keagamaan perlu dipertanyakan, disamping itu mereka senantiasa mengikuti pengajian yang diselenggarakan di dayah. Belum ada yang bisa menggantikan Dayah dan orang-orang dayah dalam hal ini.

 9) Islam yang diajarkan di Dayah adalah Islam yang universal rahmatan lil alamin, mari kita menelisik bagaimana ulama tempo dulu dalam menyebarkan Islam penuh dengan kearifan, memasukkan nilai-nilai Islam dalam beberapa tradisi yang telah ada sebagai wujud menghormati pribumi dan budayanya. Sebagai cotoh acara Peusijuk yang telah lebih dulu eksis dari kedatangan Islam, acara Peusijuk sebagai sebuah tradisi tetap dilanjutkan namun dimasukkan nilai-nilai Islam ke dalamnya sebagaimana kita saksikan sampai sekarang. 

Dalam hal berpakaian kita juga tidak diharuskan menggunakan baju gamis ala Arab karena itu merupakan budaya bukan bagian ajaran inti agama Islam. Itulah sembilan alasan yang yang dapat dijadikan masukan untuk mewujudkan Bireuen Kabupaten 1001 Dayah bukan hanya wacana

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Bireuen sebagai kabupaten 1001 dayah
Design by FBTemplates | BTT